Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Zaini menceritakan tentang pengalamannya selama menetap di Swedia dan sejarah perlawanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang pernah berkantor pusat di negara tersebut. Selain itu, Gubernur turut membahas peluang ekspor dan promosi kopi jenis arabika Gayo sebagai salah satu komoditas unggulan Aceh di Swedia dan beberapa negar
Pemerintah Aceh menurut dr, Zaini akan terus mempromosikan kopi jenis arabika asal Aceh mengingat daerah ini memiliki kopi yang berkualitas tinggi, terutama yang berasal dari dataran tinggi Gayo. “Bahkan bisa dikatakan bahwa wilayah ini merupakan penghasil kopi jenis arabica terbesar di Indonesia,” ujar Gubernur Zaini.
Menurut Gubernur, dari hasil partisipasi tim Pemerintah Aceh pada World Coffee Expo di Gohtenborg, Swedia beberapa waktu lalu, kopi arabika Gayo dikatakan sangat diminati oleh masyarakat Swedia dan negara Skandinavia lainnya yang merupakan salah satu komsumen kopi terbesar di kawasan Eropa.
“Minat para investor Eropa pada komoditas kopi asal Aceh juga sudah terjalin baik, bahkan rombongan dari Specialty Coffe Association of Europe (SCAE) sudah berkunjung ke dataran tinggi Gayo untuk melihat langsung kondisi dan potensi kopi yang ada di sana pada 17 November lalu,” katanya.
Sebagai orang yang pernah menetap di Swedia selama 25 tahun, Gubernur Zaini mengatakan masyarakat Swedia pada umumnya sangat familiar terhadap Aceh mengingat banyaknya masyarakat Aceh di negara itu, terlebih lagi setelah proses perdamaian antara GAM dan Pemerintah Indonesia dan bencana tsunami yang menarik simpati masyarakat Eropa kepada Aceh.
“Peluang ini harus kita manfaatkan agar kita dapat meningkatkan kerjasama ekonomi antara Aceh dan Swedia sekaligus menarik lebih banyak lagi investor dari negara tersebut di sektor pertanian Aceh,” tegas Gubernur.
Selain membahas tentang komoditas unggulan Aceh dan investasi, Gubernur Aceh juga turut memaparkan kondisi keamanan di Aceh yang kini stabil dan siap menampung para investor untuk menanamkan modal di berbagai sektor perokonomian di Aceh.
“Aceh punya Sabang, Pulau Weh yang merupakan tujuan wisata populer, dengan keindahan bawah lautnya dan menjadi salah satu tempat persinggahan kapal pesiar dari beberapa negara Eropa. Di bagian barat selatan, Aceh juga mempunyai garis pesisir pantai yang indah dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata alam yang dapat menarik pengunjung dari mancanegar,” kata Gubernur.
Terkait dengan pelaksanaan syariat Islam yang sering mendapat pemberitaan negatif terutama dari media barat, Gubernur Zaini menegaskan bahwa syariat Islam di Aceh jangan hanya dipandang dari aspek qanun jinayat. “Qanun jinayah adalah bersifat preventif, bukan untuk menghukum dan ianya tidak berlaku bagi non muslim,” jelas Gubernur.
“Saya harap kita semua dapat memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat luar, terutama kepada masyarakat Eropa terhadap pemberlakuan syariat Islam di Aceh, jangan ada ketakukan dari wisatawan yang hendak berkunjung ke Aceh hanya karena syariat Islam yang kita terapkan disini,” ujar Gubernur Zaini.
Dalam kunjungan Duta Besar RI berserta rombongan tersebut, Gubernur Aceh didampingi oleh Kepala Dinas Syariat Islam Prof. Syahrizal Abas, Kepala Badan Investasi dan Promosi (Bainprom) Provinsi Aceh, Anwar Muhammad, Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh Nasir Zalba, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Arifin Hamid, kepala Badan pengendalian dampak lingkungan (Bapedal) Aceh, Iskandar, Kepala Biro Humas Setda Aceh, Frans Dellian, Kepala Biro Umum Setda, T. Asnal serta beberapa kepala SKPA terkait lainnya.(Biro Humas Setda Aceh)